Archive

Archive for the ‘Macam – macam obat’ Category

Tumbuhan Tradisional

August 2, 2010 Leave a comment

Kebahagiaan Melindungimu dari Penyakit

Diarsipkan di bawah: Tips — Nilna R.Isna @ 4:14 pm

Berbahagialah karena itu akan menyehatkan bagimu. Tersenyumlah pada orang sakit karena itu akan membuatnya bahagia dan mempercepat penyembuhan bagi penyakitnya. Bahagia adalah sebagian besar aspek yang membuat seseorang hidup lebih lama.
Kalimat-kalimat di atas bukan sekedar kata-kata hiperbola. Kebahagiaan memang berefek panjang umur bagi yang merasakannya. Ruut Veenhoven dari Universitas Erasmus di Rotterdam dalam sebuah penelitian, seperti yang dikutip dari KCM, menyatakan, “Kebahagiaan memang tidak menyembuhkan tetapi melindungi kita dari penyakit.” Hal inilah yang menyebabkan seorang yang bahagia tampak lebih sehat dan lebih panjang umur.
Bahagia dengan menciptakan suasana menggembirakan juga membawa pengaruh bagi orang yang sakit. Kebahagiaan terbukti mampu membantu mengurangi derita yang dialami pasien. Sedangkan bagi masyarakat yang sehat, kebahagiaan terbukti memperkuat sistem imun sehingga mereka terlindung dari penyakit.
Oleh karena itu, jadilah seseorang yang berbahagia dan memberi kebahagiaan pada orang-orang sekitar. Kebahagiaan itu dapat muncul akibat suasana persahabatan yang hangat dan menyenangkan. Kebahagiaan juga timbul oleh faktor-faktor sosial seperti kemerdekaan, demokrasi, disiplin, saling menghargai, atau hanya dengan sebuah sapaan. (Nilna Rahmi Isna)

Rumput Fatimah

August 2, 2010 Leave a comment

Rumput fatimah (Labisa pumila) dikenal sebagai tanaman yang membantu proses memperlancar kelahiran. Para jemaah haji atau mereka yang pernah berkunjung ke Timur Tengah, biasanya membawa pulang rumput fatimah sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat di tanah air, karena dipercaya sebagai obat yang manjur.

Obat Tradisional

August 2, 2010 Leave a comment

Beralihlah Ke obat Generik

August 2, 2010 Leave a comment

Jika kita menderita sakit, lalu pergi ke dokter apakah dokter akan serta merta menuliskan resep obat generik sebagai obat bagi kita? Apakah pernah terlintas dalam pikiran kita untuk minta obat generik?

Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat. Yang sebenarnya bisa memperoleh obat dengan harga miring, namun yang terjadi justru mereka harus bayar mahal.

Ingat: membeli obat tidak bisa disamakan dengan membeli barang elektronik atau beli mobil. Umumnya harga barang tersebut sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus kualitasnya.

Banyak di antara pasien yang bahkan mungkin tidak pernah berpikir ke arah sana, karena kurang paham mengenai golongan obat secara umum.

Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.

Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.
Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik adalah nama zat berkhasiatnya). Nah, obat generik inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu Obat Generik Berlogo (atau OGB) dan generik bermerk (branded generic).

Tidak ada perbedaan zat berkhasiat antara generik berlogo dengan generik bermerk. Bedanya adalah yang satu diberi merk, satu lagi diberi logo. Obat generik berlogo (lebih umum disebut obat generik saja) adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerk (lebih umum disebut obat bermerk) adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya. “Orang kan makan generiknya bukan mereknya, karena yang menyembuhkan generiknya,” tambah DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes.

Sebagai contoh kasus, dulu teman kost saya harus rela merogoh kantong sebesar Rp 600 ribu untuk menebus resep obat bermerk dari dokter. Tapi setelah dia coba minta diganti dengan obat generik, ternyata habisnya cuma Rp 125 ribu saja. Luar biasa! Sebuah selisih harga yang sangat fantastis! Lalu yang menjadi pertanyaan adalah mengapa harga obat generik bisa semurah itu?
Harga obat generik lebih murah karena harganya sudah ditetapkan oleh pemerintah agar terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan harga obat bermerek (branded) ditetapkan sesuai dengan kebijakan perusahaan farmasi masing-masing-masing. Selain itu biaya promosi obat generik tidak sebesar obat bermerek, sehingga lebih ekonomis.

Hal yang perlu dicatat, bahwa kualitas obat generik tidak berbeda dengan obat bermerek karena diproduksi berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam farmakope (buku yang berisi standar bahan baku obat dan obat jadi) walaupun harganya lebih ekonomis; dan antara obat generik dan obat branded tidak ada pebedaannya, baik dari sisi keamanan maupun khasiat, yang membedakan hanya dalam bentuk, warna dan kemasannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan obat branded.

“Beda harga obat bermerek dengan obat generik sekitar 40 kali, 80 kali bahkan ada yang sampai 200 kali lipat,” ungkap dr. Marius Widjajarta, SE. Perusahaan farmasi mengklaim bahwa keuntungan tersebut untuk komisi dokter meresepkan obat bermerek. Sebagai perbandingan di luar negeri, harga maksimal obat bermerk diatur hanya 1,2 sampai 2 kali harga obat generik. Tidak mengherankan jika kemudian peredaran obat palsu subur di Indonesia. Hal inilah yang menjadi kendala terbesar mandeknya obat generik di Indonesia.

Menkes mengakui bahwa harga obat di Indonesia termahal di dunia. Ia juga mengatakan faktor yang membuat harga obat mahal karena bahan bakunya diimpor dan harganya memang tinggi. Harga obat di Indonesia bisa mencapai 12 kali harga internasional. Alasannya masih sama: komponen impornya masih banyak dan diperberat dengan harga yang masih saja mahal, dan untuk itu harga yang harus dibayar pasien (sebagai konsumen) juga lebih besar.
Jika kita mau menengok potensi bangsa, tentulah kita tahu bahwa Indonesia dianugerahi keanekaragaman hayati yang kaya sebagai modal utama obat tradisional, tapi tidak tahu bagaimana cara mensyukurinya dan cara mengolahnya. Kita tidak punya standardisasi obat tradisional terlebih dokter-dokter kita dididik untuk memberi resep dengan obat modern yang kebanyakan berbahan kimia. Jadi, wajar jika harga obat sangat mahal di Indonesia.

Sebenarnya ada peluang bagi negara indonesia untuk mengembangkan dari sisi obat tradisional (fitofarmaka, jamu, dan obat herbal standar). Akan tetapi sering kali obat tradisional ini dipandang sebelah mata oleh publik di Indonesia. Padahal negara-negara maju sekarang mulai ‘back to nature’ dan mengembangkan pharmaceutical biotechnology yang lebih alami.

Jika saja pemerintah mau membuka diri mau belajar dari India, banyak institusi kesehatan di sana yang produktif menghasilkan obat berkualitas dengan harga sangat murah. Bagaimana mereka bisa seperti itu? Ternyata hal tersebut tidak didorong oleh pasar, melainkan oleh misi non profit oriented, yang artinya tidak berorientasi pada keuntungan semata.

Sosialisasi dan edukasi ke masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib untuk dilakukan. Kenali lebih dekat obat generik, maka Anda pasti akan diuntungkan karena meski harga murah tapi mutu tidak kalah.
Coba simak tips untuk berobat ke dokter dari dr. Marius Widjajarta, SE: Mintalah obat generik ketika berobat ke dokter; dan ingatkan dokter bahwa jika dokter tidak memberikan informasi yang benar, jujur dan jelas, maka dokter tersebut melanggar UU No. 8 tahun 1999, tentang perlindungan konsumen.

Mutu dan Sejarah Obat Generik

July 20, 2010 Leave a comment

Ketika mendengar obat generik, umumnya orang akan langsung mengasumsikannya sebagai obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat generik Obat generik pun kerap dicap obat bagi kaum tak mampu. Betulkah asumsi ini?

Faktanya tidak demikian. Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selain merugikan pemerintah, pihak pasien pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat.

Membeli obat tidak bisa disamakan dengan membeli barang elektronik. Umumnya harga barang elektronik sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus kualitasnya.

Semua obat baru, tentu harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya, yang menjadi hak eksklusifnya. Namun, tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan jenis obat baru.

Edukasi ke masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib untuk dilakukan. Kenali lebih dekat obat generik, maka Anda akan akan diuntungkan karena meski harga murah tapi mutu tidak kalah.

Sejarah Obat Generik
Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu.

Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Harga obat generik bisa ditekan karena obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30%, sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan.

Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Kualitas Obat Generik Tidak Kalah
Orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk.

Padahal generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk. “Orang kan makan generiknya bukan merknya, karena yang menyembuhkan generiknya,” ungkap dr. Marius Widjajarta, SE.

Kualitas obat generik yang disebut ´tidak genit tapi menarik´ oleh dr. Marius ini tidak kalah dengan obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang disebut uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerk yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator.

Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA.

Studi BA dan atau BE seharusnya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat bermerk maupun obat generik.

Pengertian Obat Generik

July 20, 2010 Leave a comment

Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.KesKetua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.

Studi BA dan atau BE seharusnya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat bermerk maupun obat generik. “N

Obat tersebut bisa didapatkan di Apotekamun, pemerintah dalam hal ini BPOM masih fokus pada pelaksanaan CPOB,” ungkap DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes.

Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun.

Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.

Setelah obat paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagaiobat generik (generik= nama zat berkhasiatnya). Nah, obat generik inipun dibagi lagi menjadi 2 yaitu generik berlogo dan generik bermerk (branded generic).

Tidak ada perbedaan zat berkhasiat antara generik berlogo dengan generik bermerk. “Bedanya, yang satu diberi merk, satu lagi diberi logo” ungkap DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes.

Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan obat, sedangkan obat generik bermerk yang lebih umum disebut obat bermerk adalah obat yang diberi merk dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya.

dr. Marius Widjajarta, SEKetua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) mengungkapkan bahwa di Indonesia lebih banyak obat bermerk dibandingkan obat generik.

Obat Paten Menjadi Obat Bermerk

Setelah habis masa patennya, obat yang dulunya paten dengan merk dagangnya pun kemudian masuk ke dalam kelompok obat generik bermerk atau obat bermerk. Meskipun masa patennya sudah selesai, merk dagang dari obat yang dipasarkan selama 20 tahun pertama tersebut tetap menjadi milik perusahaan yang dulunya memiliki paten atas obat tersebut.

Jadi sebenarnya yang dimaksud dengan ´obat paten´ yang ditulis oleh media massa untuk membandingkan dengan obat generik sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai ´obat bermerek´. Penggunaan istilah ´obat paten´ adalah salah karena patennya sendiri sudah selesai dan tidak berlaku lagi.

Sebagai contoh perusahaan farmasi Pfizer memiliki hak paten atas produkNorvask®, sebuah obat anti hipertensi. Paten ini baru akan kadaluwarsa pada bulan September 2007.

Karena paten ini, tidak ada obat lain dengan kandungan yang sama di negara-negara yang mengakui paten ini. Jika ada, maka itu merupakan kerjasama khusus dengan Pfizer. Setelah bulan September nanti, paten ini akan kadaluwarsa dan perusahaan-perusahaan farmasi lain baru akan dapat memproduksi obat dengan kandungan yang sama.

Walaupun demikian, perusahaan-perusahaan lain tersebut tidak dapat menggunakan merk dagang Norvask® yang tetap menjadi hak milik eksklusif Pfizer. Perusahaan-perusahaan ini dapat menggunakan nama generik Amlodipine atau menggunakan merk sendiri.

Obat-obatan yang menggunakan nama generik ini kita sebut sebagai ´obat generik´, sedangkan Pfizer akan tetap dapat terus memproduksi Norvask® yang lebih tepat jika kita sebut dengan ´obat bermerek´.

Sejarah Obat Generik

Obat Generik Berlogo (OGB) diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu.

Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

Harga obat generik bisa ditekan karena obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30%, sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan.

Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Kualitas Obat Generik Tidak Kalah

Orang sering mengira bahwa mutu obat generik kurang dibandingkan obat bermerk. Harganya yang terbilang murah membuat masyarakat tidak percaya bahwa obat generik sama berkualitasnya dengan obat bermerk.

Padahal generik atau zat berkhasiat yang dikandung obat generik sama dengan obat bermerk. “Orang kan makan generiknya bukan merknya, karena yang menyembuhkan generiknya,” ungkap dr. Marius Widjajarta, SE.

Kualitas obat generik yang disebut ´tidak genit tapi menarik´ oleh dr. Marius ini tidak kalah dengan obat bermerk karena dalam memproduksinya perusahaan farmasi bersangkutan harus melengkapi persyaratan ketat dalam Cara-cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang disebut ujiBioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE). Obat generik dan obat bermerk yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator.

Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA.

contoh obat tradisional

July 19, 2010 Leave a comment

oba obatan ini berasal dari cina

Categories: Macam - macam obat

Hello world!

July 19, 2010 1 comment

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Categories: Macam - macam obat